Bumi ini begitu luas hingga tak ada sekat
Bahkan batu bisa meleleh jika berhadapan dengan angin
Terkadang pula daun menitihkan air mata tanpa suara
Ketika rumput itu sudah bergegas naik ke tangga
Tercipta olehmu yang begitu agung
Serasa dingin jika meratap rembulan
Ku yang kecil ini hanya setitik yang butuh lentera
Ku tak tau kapan naik tangga itu
Jangan menyebut titik jika itu garis
Karena kemampuanku hanya berhenti pada tiang itu
Terkadang diarak oleh nafsu yang menyulam
Itulah diriku hingga ku butuh jam setangkup
Sedangkan mudasir garis itu sebenarnya sebuah titik
Tiang yang seharusnya ku jaga hingga talipun tersulam
Itulah mengapa selagi menyulam , jangan berlari
Sekali lagi ini adalah jam yang abstrak
Biarlah tali itu menggambarkan sebuah rangkaian
Sangat jelas hingga menerobos awan paling dalam
Dan yang lainnya hanya bisa diam
Ketika mata yang seharusnya melihat tak melihat
Satu persatu tali mulai mengikat dengan langit
Samudrapun mulai bercengkrama hingga tak ada lagi definisi
Hingga titik ini kau masih butuh garis untuk tegak
Jangan terpaku dengan harumnya bunga hingga lupa hangatnya hembusan
Ketika kulihat besi yang terbang teralu tinggi
Hingga besi yang menyapa samudra terlalu dalam
Karena itu kutahu arti pelangi di atas dan di bawah
Singkatnya lukisanmu begitu abstrak
Rawa- rawa fikiranku mungkin hanya sampai di titik eja
Mungkin yang lain sudah melangkah lebih dulu
Hubungan tali ini hanya aku dan Engkau
Hingga di ujung cerita ini, batinku mengindra
Penulis: Riska Aldamayanti
Mahasiswa KIP Kuliah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum.